Kamis, 23 Oktober 2014

Sekilas Pemikiran

PERBEDAAN

Apakah kita memang diciptakan berbeda satu sama lain di dunia ini?
Kendati kita semua pada dasarnya merupakan manusia yang sama, jurang pemisah antara individu semakin terasa dalam. Fenomena ini sering saya temukan dalam kehidupan sehari-hari. Tidak perlu melihat yang jauh antara stratifikasi pada aspek lapisan tertentu, dalam pergaulan saja kita cenderung untuk selektif dalam berteman. Entah memilih dari sisi apa, terkadang saya pun cenderung seperti itu.

Seakan terhanyut dengan arus kehidupan yang materialistik, mekanistik dan mungkin over-humanistik, kita berusaha untuk memanusiakan manusia tetapi lupa untuk mengenali apa itu manusia sendiri. Berbagai media, sarana-prasarana serta kecanggihan ilmu seakan menjadikan kita sebagai budak subjek dan objek tanpa memandang arti lebih jauh ke dalam. Manusia lupa untuk menggunakan hati nuraninya akan makna sebuah kehidupan, terlampau sibuk menyelami lautan tak berujung.

Saya sendiri beberapa hari ini merasa cukup gila karena ikut mengejar lautan tak berujung. Antara realita, ambisi, kemampuan dan keinginan. Mereka saling berkaitan erat satu sama lain, namun diam-diam dapat saling melukai. Bicara soal mimpi, saya memiliki sebuah impian dalam waktu dekat ini. Merasakan adanya kenikmatan batin saat melakukan perform musik baik bersama band maupun solo vokal. Ada semacam dorongan yang meminta saya untuk terus melakukannya, bukan sekedar perkara menang kalah atau penghargaan. Saya hanya menyukai euphoria saat terbawa alunan musik, “nge-fly” bersama diatas pangggung. Mungkin dengan sedikit zat adiktif atau psikotropika akan lebih mudah untuk mendapatkan “sensasi” tersebut daripada secara nyata mesti manggung. Tapi mungkin tidak akan saya lakukan.

Laki-laki adalah kelemahan perempuan, begitupun sebaliknya. Tren masa kini membuat hampir sebagian besar remaja maupun yang tua merasakan gejala “galau”. Perasaan tidak menentu yang membuat kita terus kepikiran akan sesutau yang tak pasti. Sejujurnya saya kurang menyukai keadaan ini. Hidup itu punya banyak warna, tidak seharusnya hanya kita warnai dengan kelabu. Sayang “efek pengkodisionalan” masa kini telah meng-setting kita untuk tinggal pada nuansa tersebut. Kata pepatah “tak akan lari gunung dikejar” mungkin dapat menjadi jawaban. Mungkin kita dapat belajar untuk tidak terlalu “hopeless-romantic” mengejar cinta. Sebab beliau juga tidak akan lari dari kehidupan secara harafiah, lari dari kita ya bisa jadi karena takut.

Orang jaman sekarang cenderung egois.
Tidak mau menghargai perbedaan.
Cuek.
Suka seenaknya sendiri.
Itulah beberapa anggapan dari kita yang sering terlontar dalam percakapan sehari-hari. Bisa dikatakan manusia masa kini terlihat kurang baik dalam berperilaku. Tetapi sebenarnya sejauh apakah kita dapat menghakimi perilaku seseorang?
Melalui suatu ilmu yang dikatakan dapat mengetahui perilaku manusia?
Melalui ajaran dogmatis tertentu?
Melalui pemikiran kita sendiri?
Kata orang lain?
Bukankah hanya Tuhan yang tau keadilan baik-buruk sesungguhnya? Kita manusia senang melempar kata sembarangan dari mulut tanpa benar-benar memperdulikan akibatnya.

Kita senang membeda-bedakan satu sama lain tanpa berpikir lebih jauh. Lain dikata, lain di hati, berbeda pula dalam perbuatan.

Perbedaan.
Laki-laki dan perempuan itu sudah jelas berbeda. Ketika menemukan suatu ketidaksamaan, ya harap dimaklumi. Wong memang beda. Namun cobalah untuk saling mengerti. Perbedaan itu bukan alasan negatif untuk membenarkan suatu kesalahan. Dan untuk masalah persamaan hak dan kewajiban, pada era semaju ini sudah tidak saatnya lagi saling mengadu domba.

Sudah saatnya kita tidak lagi memandang “beda” antara aku, kamu, dia, beliau, kau, mereka ataupun kita. Hakikatnya kita adalah sama. Manusia yang satu. Yang diciptakan Sang Pencipta yang sama. Untuk apa saling mencaci dan mencerca? Perbedaan itu memang nyata dan akan selalu ada. Tetapi bukan untuk dijadikan sebagai “kambing hitam” pada segala aspek kehidupan. Lihatlah segala seuatu dari berbagai aspek hingga sisi-sisi kedalaman yang tidak terselami. Kita tidak akan pernah bisa berdiri sendiri tanpa orang lain.


Tataplah dalam-dalam kepada mata setiap insan pada saat kau bertemu dan berinteraksi dengannya. Apakah benar kita jauh berbeda? Apakah hanya karena pelapisan yang saya tidak tau sedang anda pikirkan, tetapi apakah kita benar-benar berbeda? Apakah karena kulit tipis perbedaan fisik, ras, suku dan agama yang memisahkan kita? Cobalah untuk memahami dan belajar menggunakan hati. Bukan lalu menjadi makhluk lemah yang minta dikasihani, sebaliknya kasihilah orang lain. Sesamamu. Seperti kamu mengasihi dirimu sendiri. Sebab kita adalah sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar