Rabu, 18 September 2013

HELLO WORLD (AGAIN)

Saat menulis postingan blog ini saya sedang mengambil cuti kuliah sementara waktu. Ada kerjaan baru? Tidak, saya sakit. Tempo hari pada badan saya muncul bintik-bintik merah dan demam, gejala infeksi virus-kecapean kata dokter. I've drilled myself too much, haven't I?

Saat ini saya memutuskan untuk nge-blog, ingin sekedar mencurahkan pikiran saya beberapa hari ini. kebebasan ini membuat saya sadar. Bukan psikologi hal yang benar-benar ingin saya pelajari. Ada hal yang sangat ingin saya kejar. Musik.

Melihat kejadian masa lalu yang tidak memungkinkan untuk menekuni musik, lantas pikiran saya bercabang. Diantara realitas sekarang sebagai mahasiswa tahun kedua di psikologi bertentangan dengan keinginan saya untuk menjadi musisi yang sedemikian kuat. Jujur saya capek sama tetek bengek perkuliahan di psikologi. Bukan hanya karena masalah internal dan eksternalnya, tapi ini bukan 'GUE BANGET'.

Ya, tersadar sekarang bahwa sejak kecil hal yang selalu konsisten saya lakukan adalah bernyanyi dan bermain musik. Sayang cuma sayang, sifat mudah bosan saya mengakibatkan ketidakfokusan dalam menekuni musik. Sempat beberapa kali mengambil les musik dna vokal, namun bosan. Itu saja, saya menyerah. Penyesalan datang sekarang. Jika saja dulu saya memiliki komitmen dan semangat tinggi dalam bermusik, saya sudah menjadi musisi. Bukan dilihat dari sukses tidaknya, tetapi menjadi orang seperti yang saya inginkan. To be what I always wanted to be.

Kepercayaan diri yang rendah adalah titik permasalahan terbesar saya hingga saat ini. Dengan cuek saya terlalu naif berpikir bahwa semuanya akan baik-baik saja, namun jauh dalam tindakan nyatanya selalu ada bayang-bayang pesimistis. Poin inilah yang sekarang jadi pe-er saya. Karena meskipun pada akhirnya mungkin tidak menggeluti kancah musik, semua bidang juga memerlukan kepercayaan diri yang baik. Nyokap pernah bilang, " Bukannya Ibu nggak mau kamu jadi seniman. Tapi pikir aja, kalau kamu sendiri tidak punya keperayaan diri dan keyakinan terhadap hasil karyamu, gimana kamu bisa buat orang lain percaya? "

Kata-kata beliau seakan menampar muka saya terlampau keras. Itu benar. Jadi sebab itulah mengapa saya berada di psikologi sekarang seperti anjuran kedua orangtua saya. Bukannya saya benci atau tidak menyukai psikologi. Suka kok. Tapi bukan ini hal yang ingin saya pikirkan setiap hari, apalagi untuk diperjuangkan. Bukan, bukan ini.

Bagaimana saya bisa menjadi seorang psikolog yang baik jika saya sendiri tidak bisa menyelesaikan masalah saya sendiri. Ironis. Belajar mendengarkan orang lain? Saya lebih suka bertindak sebagai pembicara, bukan pendengar. Kasian amat orang yang nanti saya konseling. Saya tidak mau jadi orang yang bekerja hanya untuk mencari uang. Saya ingin lebih. Saya harus jadi 'ORANG YANG SAYA INGINKAN'.

Sementara ini saya bersabar, berkutat dalam kenyataan. Tugas dan pelajaran yang mulai berat pada tahun kedua ini semakin membuat saya berpikir terus untuk mendekati impian menjadi musisi. Bingung. Terjebak. Ingin keluar, tetapi tidak tahu kemana dan bagaimana untuk memulai. 

YASUDAH
Jalanin aja ini dulu. Berharap impian saya akan jadi kenyataan.
Semoga ada pencerahan. Hingga saat itu tiba, bolehkah saya terus berharap?





Evening


Kamis, 22 Agustus 2013

MUKA

MUKA


Saya mudah melupakan nama,
namun saya mengingat muka
Muka tak bersuara yang memancarkan makna

Muka dapat bercerita
Berkaca dari sesama
Menyiratkan suka, luka bertatap duka

Saya benci tatapan muka
Kalian semua melihat muka

Muka bukan sekedar muka,
ini topeng penutup jiwa

Tapi sayang,
Kau hanya melihat muka
Dibanding jiwa, rasa dan asa

PENGAMAT VS PERILAKU II

Kembali topik pada judul “Pengamat VS Pelaku”

Kenapa sejak awal saya menulis judul tersebut?

Saya menyadari adanya fenomena yang terus terjadi dalam kehidupan kita. Ada 2 tipe manusia, yaitu sebagai pengamat dan pelaku.

Tipe pengamat adalah orang-orang yang cenderung mengamati, memilih untuk tidak terlibat langsung dan berada di balik layar saja. Bukan berarti orang tipe ini tidak memberikan kontribusi apapun. Orang seperti ini juga memberikan kontribusi yang besar, namun ia tidak ingin ‘terlihat’ oleh orang lain.

Tipe pelaku adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam berbagai aspek kehidupan dalam dirinya. Ia ingin ‘diketahui’ atau ‘terjun langsung’ dalam tindakan yang dilakukan. Seringkali muncul steteotype pada orang tipe ini yang diidentikan dengan orang yang senang “cari muka”. Tidak semua orang bertipe pelaku bertujuan untuk seperti itu kok.

Sekarang ini termasuk tipe apakah anda?

Sejak kecil saya termasuk ke dalam kategori tipe pengamat. Orangtua saya sering mempertanyakan keluhan ini kepada saya, mengingat di “jaman baheula” mereka adalah para aktivis. Memang pada dasarnya saya tidak suka terlalu ‘terlihat’, terkadang being invisible itulah yang menyelamatkan saya. Pernah sempet kesel juga disaat kurang dihargai. Mungkin penampilan serampangan saya turut memberi sumbangsih atas kurangnya “penghargaan” terhadap diri saya.

Seiring berjalannya waktu menuju kedewasaan ini,  tersadarkan rasanya ingin berubah dari tipe pengamat menuju ke tipe pelaku. Mengapa?
Karena dalam era sekarang, tidak cukup  hanya menjadi pengamat. Kita juga harus dapat menampilkan image menarik dalam diri kita. Sehingga dapat menarik perhatian bagi pelaku-pelaku lain diluar sana. Maka akan tercipta pusaran arus pelaku ke pelaku yang menjadikan perubahan. Jika hanya berdiam dan menjadi pengamat maka kita akan menjadi follower yang tidak menutup kemungkinan akan terinjak-injak oleh para pelaku. Pikirkan, bagaimana masa depan kalian jika hanya bergerak sebagai pengamat saja? Manusia jaman sekarang sudah memulai budaya  “kanibalisme” lagi men! Lu liat aja saling serang, memfitnah, zinah, membunuh mengindikasikan moralitas yang sudah semakin tergerus. Probabilitas kita untuk terkena arus “kanibalisme” besar banget. So stay alive and be strong guys!

Mengenai band Indies yang tadi saya singgung diatas, banyak hal dapat dipelajari dan diaplikasian dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan kelima pattern tersebut akan memudahkan kita untuk membangun diri.
Nih penjelasan dari kelima pattern tersebut.

1.      Memiliki ciri khas
Kekhasan ini mudah sekali terlihat dalam diri artis Independen. Mulai dari style, musik, personality, body language mereka dan lainnya yang membentuk image mereka. Aspek-aspek tersebut mereka jadikan kekuatan dan kelebihan yang dapat menarik perhatian orang lain.
Sejatinya bagi diri kita sendiri, tolong kawan! Jangan hilangkan ciri khas anda! Justru dengan memperteguh hal tersebut akan dapat menyadarkan jati diri  sesungguhnya yang selama ini terpendam.

2.      Totalitas
Aspek ini merupakan satu hal yang paling saya sukai. Mengambil contoh dari White Shoes & The Couples Company misalnya. Band ini mengusung tema back to 80’s sehingga ciri khas mereka juga mencerminkan zona 80’an. Totalitas ini terlihat dari musik mereka serta penampilan mereka secara keseluruhan. Sang vokalis sendiri, Sari pintar menyesuaikan warna suara serta keluwesan dalam performance yang sangat merepresentasikan zona 80.
Semangat totalitas dalam berkarya bisa kita contoh dalam melakukan tindakan apapun yang akan kita ambil. Generasi muda jaman sekarang sering melupakan ‘totalitas’ dan cenderung untuk mengambil kepraktisan dengan bantuan teknologi.  Maka dari itu, gue mengajak lo semua untuk mulai bertotalitas. Trust me, it’s worth it.

3.      Kerja keras dan mau bertanggung jawab
Kerja keras dan bertanggung jawab adalah dua etos kerja yang sangat penting dalam kehidupan. Kenapa? Karena tanpa keduanya tidak aka ada hasil yang maksimal dalam melakukan suatu tindakan. Nyokap gue tuh sering banget ngomongin kedua etos ini, beliau bilang hal itu fundamental banget kalau memang mau berhasil dalam melakukan sesuatu.

4.      Percaya pada diri sendiri
Poin ini yang paling gue salut dengan mereka. Tidak semua orang dapat menjadi percaya diri. Jika percaya diri pun, belum tentu jika diposisikan sebagai pelaku mereka akan percaya diri. Kebanyakan dari kita hanya percaya diri sebagai pengamat, banyak berbicara tetapi tidak mencerminkannya dalam tindakan. “Beraninya ngomong dibelakang doang”. Ya itulah ungkapan yang paling tepat. Tetapi melihat artis-artis Independent, saya berikan acungan kedua jempol untuk mereka. Mereka penuh dengan kepercayaan diri dalam menampilkan dan mengembangkan musikalitasnya. Padahal kenyataannya aliran Indie dianggap ‘aneh’, ‘nyentrik’ atau ‘nyeleneh’. Namun itu bukan menjadi batu karang yang menghalagi langkah mereka untuk tetap berkarya. Sebaliknya, mereka semakin percaya diri dan membangun kekuatan mereka. Menjadikan perbedaan keunikan itu sebagai kekuatan terbesar mereka. Disitulah banyak potensi berkembang.
Untuk diri kita sendiri, kita dapat mencontohnya untuk bersandar pada kepercayaan dan kekuatan diri sendiri. Justru ke-otentikan kitalah yang akan menjadikan diri semakin matang dan ditulah kekuatan terbesar kita.

5.      Independent atau mandiri
Mandiri disini bukan berarti mandi sendiri ya, tetapi kemandirian akan diri sendiri. Bisa berdiri dengan kaki sendiri, mengandalkan diri sendiri dalam situasi apapun dan bisa menghadapi tanpa butuh bantuan orang lain. Artis Independent melakukan segalanya sendiri, mulai dari proses rekaman, video klip, promosi, job/jadwal manggung, publikasi dan sebagainya sendiri. Bandingkan dengan artis label kenamaan yang segalanya sudah dipersiapkan oleh pihak manajemen. Memang jadi mandiri itu berat, gue udah ngalamin juga semenjak hidup sendiri di luar kota. Apalagi awal-awal sangat tidak mudah. Rasanya pingin nyerah dan minta bantuan orang lain. 

Satu pesan dari gue:
" WHATEVER WORST POSSIBLY HAPPEN, IF YOU TIRED JUST RELAX, BUT DON’T GIVE UP AND ENJOY IT!"

Sempet ada masa-masa dimana gue lemah, mungkin itu titik terendah dalam diri gue. Sering banget ngerasain yang namanya kesepian di dalem. Bukan karena suasana, tapi di dalam diri lo rasanya sepi. Disaat itulah pula gue ngerasa mungkin kemandiriian gue salah dan gue butuh orang lain.
Salah mengartikaan kemandirian itu sendiri, saya  merasa terisolasi. Kemandirian itu berbeda dengan kesendirian. Seringkali kita menyalahartikan hal ini. Jika mandiri, “Gue sendirian dong?”
Bukan begitu, tetapi kemandirian itu justru berarti dapat menyelesaikan masalah kita sendiri bahkan tanpa bantuan orang lain. Justru mengarah ke lebih positifnya, kita juga dapat menyelesaikan masalah orang lain. Sebab masalah kita sendiri sudah terselesaikan.
Mulailah belajar mandiri walaupun itu tidak mudah.


Setelah menyelesaikan tulisan ini, saya sedikit merefleksikan tulisan ini. Betapa cerdasnya menyusun suatu dogma bagi orang lain, namun saya sendiri belum benar-benar bisa mengaplikasikan ke dalam diri sendiri.
Buka berarti gue bullshit belaka ya. Justru karena gue lagi berusaha untuk berubah dan gw pingin banyak orang yang juga menyadari hal tersebut.

Saya sendiri sedang dalam masa penyadaran jati diri.

Jati diri bukan dicari, tetapi disadarkan dan dikembangkan.

Emang lo cari? Siapa? Itu diri lu sendiri kan, buat aapa dicari-cari? Hahaha

Semoga curahan dari hasil pemikiran saya ini dapat berguna buat anda refleksikan sendiri. Di saat inilah, masa muda kita. Disaat menuju kedewasaan, saat untuk berubah dan memulai. Goodluck and enjoy your adventure!

Sabtu, 25 Mei 2013

PENGAMAT VS PELAKU

Pengamat VS Pelaku


Di suatu siang yang dingin, di Surabaya jarang banget men siang hari dingin! gue juga bingung sih antara harus sedih apa senang. Dikala udara dingin gini, biasanya orang pada males diajak keluar. Padahal gua udah suntuk sama kuliah semingguan ini, mengharapkan adanya hembusan udara segar di akhir pekan yang dapat mencerahkan suasana hati, jiwa dan raga.

Pada akhirnya, hal yang bisa dilakukan anak kos adalah mengurung diri di kamar lalu melakukan kegiatan untuk memuaskan dirinya sendiri. Ada yang gemar movie marathon, nge-stalkerin bermacam social media, browsing apapun, games dan sebangsanya, tidur (hibernasi ala kamus temen gue), belajar (biasanya anak yang kelewat rajin, yang pasti bukan gw), beresin kamar, bengong. Point terakhir itu bahaya banget sebenernya, tapi entah apa yang kalian bayangin. Biasanya sih bayangin sang pujaan, lama-kelamaan tersadar bahwa itu hanya khayal belaka.

Gue yang stuck pada hari sabtu siang yang dingin ini, memutuskan untuk pergi surfing. Setelah melakukan beberapa kewajiban, terpikir untuk melirik beberapa band Indie yang sudah lama saya kenal namun tidak terlalu saya follow-up. Beberapa membuat kejutan baru, yang ternyata telah berekembang sangat pesat diluar dugaan dan memberi efek penyesalan karena telah meninggalkan mereka. Sial.

Lihat saja band seperti White Shoes & The Couples Company, The Float Project, Sore, Pure Saturday dan Payung Teduh. Mereka memiliki bakat otentik, kekhasan identitas musik yang tidak dimiliki oleh band lain. Keunikan inilah yang ditonjolkan dalam aliran indie, tidak seperti band ataupun musisi label besar. Kendati musik mereka anti-mainstream, cukup banyak juga memiliki penikmat setia. Ternyata di Indonesia, ada juga pangsa pasar tak tersentuh yang telah diisi kekosongannya oleh mereka. Whiches it’s great! 

Beberapa hari lalu saya memang lagi suka-sukanya bermesraan dengan band Indies yang sudah cukup lama tidak saya peluk lagi. Dunia perkuliahan memberikan batas ruang gerak bagi saya untuk mencintai bidang lain diluar psikologi. Mungkin juga saya yang terlalu fokus atau tidak fokus. Ambigu.

Saya dapat memetik beberapa pattern yang sama dari semua band Indies tersebut, yaitu :
1. Memiliki ciri khas
2. Totalitas
3. Kerja keras dan mau bertanggung jawab
4. Percaya pada diri sendiri
5. Independent atau mandiri

Lalu mari kita kembali topik pada judul “Pengamat VS Pelaku”
Kenapa sejak awal saya menulis judul tersebut?

Lanjutannya menyusul di postingan berikutnya ya :)

Senin, 20 Mei 2013

Love, Love, Love

Mengapa ilham datang disaat orang bilang "Cause baby, it's too late to say a goodnight and too early too say a goodmorning".


Entahlah
Aku tak mengerti
Cinta
Siapa
Aku, kamu, dia?

Sembari si Arctic Monkeys mendendangkan lagu 505 milik mereka, saya mencoba untuk menulis postingan di blog ini. Baru tersadar, saya memang bego. Ternyata selama ini saya selalu mencintai seseorang yang tidak mencintai saya. Dan selalu, jika mengenai lelaki itu, saya berusaha untuk mencari tahu segalanya tentang dia. Bahkan hal teromantis yang pernah dilakukan hingga menulis lagu untuknya, merekamnya, lalu berharap suatu saat akan tiba moment dimana kebenaran itu akan terungkap.

Sebaliknya hal itu malah terjadi berulang-ulang seperti sebuah siklus kehidupan, dengan rumusannya :
Saya mencintai seseorang + Saya berusaha mencintai seseorang = Orang itu tidak mencintai saya



Sahabat saya berkata, mungkin memang itu belum jodoh saya. Tapi, HEY!!! Lantas kapankah kebahagiaan itu akan datang? Mungkinkah nasib berkutat pada rumusan diatas!?! Bak mengerjakan soal matematika nih ye, ada alternatif rumusan lainnya, antara lain :


1. Orang lain mencintai saya + Saya mencintai yang lain = Saya dan dia sama-sama tidak mendapat hati orang yang kita cintai
2. Saya mencintai seseorang + Dia mencintai saya = Tetap tidak bersatu



Mungkin memang saya kurang beruntung dalam hal percintaan. Atau memang belum waktunya, seperti ada pepatah "Right person, right place, right time and the right situation". Mungkin sekarang saya berada dalam zona WRONG AT EVERYTHING kali ya HAHAHAHA *berusaha menghibur diri.



Namun satu hal yang bisa saya banggakan dari diri saya dalam hal mencinta. Ya, saya selalu mencintai seseorang dengan tulus. Tidak memandang seberapa buruk dirinya di mata orang, kendati cerca dan dera menimpa, tetap menerima dirinya apa adanya. Sempat dulu dijauhin orang juga, hanya karna saya mencintai seseorang yang menurut orang lain *maaf  tidak pantas untuk dicintai. Tidak ada yang dapat mengalahkan kelebihan saya di bidang itu. Dan totalitas mencintai itulah yang selalu saya pegang hingga sekarang. Sebaliknya, itu memunculkan kontradiksi ketika menuntut seseorang yang mencintai saya agar juga secara 'totalitas' mencintai saya.


Perlukah saya mencari solusi dalam memecahkan permasalahan cinta dalam hidup saya?
Ini juga gue lagi berusaha nyari

Dari sekian lelaki yang anda cintai apa persamaanya?
Sosok yang anti-mainstream, independent, suka The Beatles sama Arctic Monkeys. Kind of guy with a metaphor, that makes me curious plus confused. Janggal juga antara emang kebetulan apa sengaja ngincer yang hobinya sama. :D

Kesalahan yang selalu dilakukan?
Terlalu terburu-buru dan terobsesi dalam menjalin sebuah hubungan, mungkin itu yang bikin ngeri juga. Saya sendiri tidak dapat menghentikan kebiasaaan buruk ini.

Rencana ke depannya?
Tetep mencintai dengan tulus, walau itu tidak mudah. Semoga saja pada akhirnya akan menemukan lelaki yang bisa membuat rumusan baru :-) cheers


Well, I gotta sleep now bye!


Selasa, 23 April 2013

I'M BACKKKKKKK!!!!

        Rasanya udah lama banget gue nggak nge-blog dan ngebuat postingan di social media manapun. Entah kenapa sekarang ini disaat gue lagi  ngerjain tugas uts filsafat buat besok pagi malah kejadiannya pingin buka-buka blog lama. Membuka memori dan kenangan lama. Gue sempet stalkerin worpressnya ma frou, si Indah. Beberapa postingan lamanya menceritakan tentang gue. Ah, she's my very great friend! 

         Jadi berasa nyata 'eksistensialisme' gue karena ada dirinya. (sori kebawa pelajaran filsafat). And I'm really thankful for the presence of her in my life at any kind of situation. Kita udah 7 tahun temenan loh, sempet LDF (Long Distance Friendhips) juga. Dan kalo belom curhat sama doi tuh rasanya belom plong. Terimakasih atas kecanggihan teknologi, jarak seakan tak pernah memisahkan kita.

         Membaca, merenungi dan membuka-buka postingan lama di berbagai ranah social media seakan mengajak saya untuk memikirkan sejenak tentang 'eksistensialisme' saya di dunia ini. Dan memang jujur saja, semenjak tahun 2013 ini fisik saya melemah, gampang penyakitan dan capek. Secara psikis, saya sering merasakan kekosongan dan kebosanan yang berlebihan entah mengapa. Saat membaca postingan doi tentang saya semasa  SMA dan postingan wordpress saya sendiri, sungguh saya baru menyadari bahwa peristiwa-peristiwa itu sudah lampau terlewati. Saya kira itu baru kemarin. Mengingat wajah saya memang segini-segini aja nggak tambah tua :-D YEAYYYYY!!!! (fakta loh ini, bahkan kalo jalan sama ade gue, malah dikira gue yang adenya, actually we're 5 years different. And my sister sometimes get mad because of that HAHA).

         Hidup itu cepet banget ya? nggak kerasa, di saat gue dulu harus melewati masa-masa sulit itu sendirian. dan sekarang gue udah nge-kos, jauh sama keluarga. Oiya sekarang gue udah semester 2 di Surabaya, Psikologi Unair. Jujur gue kangen sama kehidupan gw di Jakarta. Kangen sama keluarga, rumah gue, anjing gue. Temen-temen setia gue (MISS YOU GUYS REALLYYYYY). Kangen sama kebiasaan yang udah gue lakuin disana. Mengingat gue sedari lahir pindah-pindah rumah dan kota, di Jakarta cukup lama yah 6 tahun. Mungkin begitu banyak sebagian besar udah memengaruhi pola pikir serta kepribadian. Btw, hey MUMOS STUDIO apakabar ya? kangen sama para kakak studio si Mas Broh, Kak Eddie dkk. I miss those guys so bad! kapan bisa nge-jamm bareng lagi huhu ;'(

           HEH!!! TUGAS FILSAFAT LU NIN OMG *LEBAY
(Maaf buat yang baca kalo postingan gue nggak penting, gaya bahasanya jelek banget. Harap maklum udah setahun lebih nggak nge-post)

           Oiya gue juga lagi galau sama masa depan gue. Masih berusaha mencari pencerahan. Heeemmm doakan ye semoga dapet pencerahan. Tapi gue sekarang lebih kuat dan tegar nih hehe. Masalah pacar sih masih dong. Masih single maksudnya hehe. Yah, nyaris sebenernya tapi ya mungkin emang guenya aja yang rese (?!?) atau gua juga nggak ngerti. Sudahlah GO WITH THE FLOW...
Entar gue lanjutin lagi ceritanya, get back tugas uts gue coy udah jam 3 (almost)





CIAO, see you
xoxo
Putri Anindita


Eh, visit my soundcloud https://soundcloud.com/putri-anindita
THANKYOU , LOVE YA !!!