Kembali topik pada judul “Pengamat VS Pelaku”
Kenapa
sejak awal saya menulis judul tersebut?
Saya
menyadari adanya fenomena yang terus terjadi dalam kehidupan kita. Ada 2 tipe
manusia, yaitu sebagai pengamat dan pelaku.
Tipe
pengamat adalah orang-orang yang cenderung mengamati, memilih untuk tidak
terlibat langsung dan berada di balik layar saja. Bukan berarti orang tipe ini
tidak memberikan kontribusi apapun. Orang seperti ini juga memberikan
kontribusi yang besar, namun ia tidak ingin ‘terlihat’ oleh orang lain.
Tipe
pelaku adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam berbagai aspek kehidupan
dalam dirinya. Ia ingin ‘diketahui’ atau ‘terjun langsung’ dalam tindakan yang
dilakukan. Seringkali muncul steteotype
pada orang tipe ini yang diidentikan dengan orang yang senang “cari muka”.
Tidak semua orang bertipe pelaku bertujuan untuk seperti itu kok.
Sekarang
ini termasuk tipe apakah anda?
Sejak
kecil saya termasuk ke dalam kategori tipe pengamat. Orangtua saya sering
mempertanyakan keluhan ini kepada saya, mengingat di “jaman baheula” mereka
adalah para aktivis. Memang pada dasarnya saya tidak suka terlalu ‘terlihat’,
terkadang being invisible itulah yang
menyelamatkan saya. Pernah sempet kesel juga disaat kurang dihargai. Mungkin
penampilan serampangan saya turut memberi sumbangsih atas kurangnya
“penghargaan” terhadap diri saya.
Seiring
berjalannya waktu menuju kedewasaan ini,
tersadarkan rasanya ingin berubah dari tipe pengamat menuju ke tipe
pelaku. Mengapa?
Karena
dalam era sekarang, tidak cukup hanya
menjadi pengamat. Kita juga harus dapat menampilkan image menarik dalam diri kita. Sehingga dapat menarik perhatian
bagi pelaku-pelaku lain diluar sana. Maka akan tercipta pusaran arus pelaku ke
pelaku yang menjadikan perubahan. Jika hanya berdiam dan menjadi pengamat maka
kita akan menjadi follower yang tidak
menutup kemungkinan akan terinjak-injak oleh para pelaku. Pikirkan, bagaimana
masa depan kalian jika hanya bergerak sebagai pengamat saja? Manusia jaman
sekarang sudah memulai budaya “kanibalisme” lagi men! Lu liat aja saling
serang, memfitnah, zinah, membunuh mengindikasikan moralitas yang sudah semakin
tergerus. Probabilitas kita untuk terkena arus “kanibalisme” besar banget. So
stay alive and be strong guys!
Mengenai
band Indies yang tadi saya singgung diatas, banyak hal dapat dipelajari dan
diaplikasian dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan kelima pattern tersebut akan memudahkan kita
untuk membangun diri.
Nih
penjelasan dari kelima pattern tersebut.
1. Memiliki
ciri khas
Kekhasan
ini mudah sekali terlihat dalam diri artis Independen. Mulai dari style, musik, personality, body language mereka dan lainnya yang membentuk image mereka. Aspek-aspek tersebut
mereka jadikan kekuatan dan kelebihan yang dapat menarik perhatian orang lain.
Sejatinya
bagi diri kita sendiri, tolong kawan! Jangan hilangkan ciri khas anda! Justru
dengan memperteguh hal tersebut akan dapat menyadarkan jati diri sesungguhnya yang selama ini terpendam.
2. Totalitas
Aspek
ini merupakan satu hal yang paling saya sukai. Mengambil contoh dari White
Shoes & The Couples Company misalnya. Band ini mengusung tema back to 80’s
sehingga ciri khas mereka juga mencerminkan zona 80’an. Totalitas ini terlihat
dari musik mereka serta penampilan mereka secara keseluruhan. Sang vokalis
sendiri, Sari pintar menyesuaikan warna suara serta keluwesan dalam performance yang sangat
merepresentasikan zona 80.
Semangat
totalitas dalam berkarya bisa kita contoh dalam melakukan tindakan apapun yang
akan kita ambil. Generasi muda jaman sekarang sering melupakan ‘totalitas’ dan
cenderung untuk mengambil kepraktisan dengan bantuan teknologi. Maka dari itu, gue mengajak lo semua untuk
mulai bertotalitas. Trust me, it’s worth
it.
3. Kerja
keras dan mau bertanggung jawab
Kerja
keras dan bertanggung jawab adalah dua etos kerja yang sangat penting dalam
kehidupan. Kenapa? Karena tanpa keduanya tidak aka ada hasil yang maksimal
dalam melakukan suatu tindakan. Nyokap gue tuh sering banget ngomongin kedua
etos ini, beliau bilang hal itu fundamental banget kalau memang mau berhasil
dalam melakukan sesuatu.
4. Percaya
pada diri sendiri
Poin
ini yang paling gue salut dengan mereka. Tidak semua orang dapat menjadi
percaya diri. Jika percaya diri pun, belum tentu jika diposisikan sebagai
pelaku mereka akan percaya diri. Kebanyakan dari kita hanya percaya diri
sebagai pengamat, banyak berbicara tetapi tidak mencerminkannya dalam tindakan.
“Beraninya ngomong dibelakang doang”. Ya itulah ungkapan yang paling tepat.
Tetapi melihat artis-artis Independent, saya berikan acungan kedua jempol untuk
mereka. Mereka penuh dengan kepercayaan diri dalam menampilkan dan
mengembangkan musikalitasnya. Padahal kenyataannya aliran Indie dianggap ‘aneh’,
‘nyentrik’ atau ‘nyeleneh’. Namun itu bukan menjadi batu karang yang menghalagi
langkah mereka untuk tetap berkarya. Sebaliknya, mereka semakin percaya diri dan
membangun kekuatan mereka. Menjadikan perbedaan keunikan itu sebagai kekuatan
terbesar mereka. Disitulah banyak potensi berkembang.
Untuk
diri kita sendiri, kita dapat mencontohnya untuk bersandar pada kepercayaan dan
kekuatan diri sendiri. Justru ke-otentikan kitalah yang akan menjadikan diri semakin
matang dan ditulah kekuatan terbesar kita.
5. Independent
atau mandiri
Mandiri
disini bukan berarti mandi sendiri ya, tetapi kemandirian akan diri sendiri.
Bisa berdiri dengan kaki sendiri, mengandalkan diri sendiri dalam situasi
apapun dan bisa menghadapi tanpa butuh bantuan orang lain. Artis Independent
melakukan segalanya sendiri, mulai dari proses rekaman, video klip, promosi,
job/jadwal manggung, publikasi dan sebagainya sendiri. Bandingkan dengan artis
label kenamaan yang segalanya sudah dipersiapkan oleh pihak manajemen. Memang jadi
mandiri itu berat, gue udah ngalamin juga semenjak hidup sendiri di luar kota. Apalagi
awal-awal sangat tidak mudah. Rasanya pingin nyerah dan minta bantuan orang
lain.
Satu pesan dari gue:
" WHATEVER WORST POSSIBLY HAPPEN, IF YOU TIRED JUST
RELAX, BUT DON’T GIVE UP AND ENJOY IT!"
Sempet
ada masa-masa dimana gue lemah, mungkin itu titik terendah dalam diri gue.
Sering banget ngerasain yang namanya kesepian di dalem. Bukan karena suasana,
tapi di dalam diri lo rasanya sepi. Disaat itulah pula gue ngerasa mungkin
kemandiriian gue salah dan gue butuh orang lain.
Salah
mengartikaan kemandirian itu sendiri, saya
merasa terisolasi. Kemandirian itu berbeda dengan kesendirian.
Seringkali kita menyalahartikan hal ini. Jika mandiri, “Gue sendirian dong?”
Bukan
begitu, tetapi kemandirian itu justru berarti dapat menyelesaikan masalah kita
sendiri bahkan tanpa bantuan orang lain. Justru mengarah ke lebih positifnya,
kita juga dapat menyelesaikan masalah orang lain. Sebab masalah kita sendiri
sudah terselesaikan.
Mulailah
belajar mandiri walaupun itu tidak mudah.
Setelah
menyelesaikan tulisan ini, saya sedikit merefleksikan tulisan ini. Betapa
cerdasnya menyusun suatu dogma bagi orang lain, namun saya sendiri belum
benar-benar bisa mengaplikasikan ke dalam diri sendiri.
Buka
berarti gue bullshit belaka ya.
Justru karena gue lagi berusaha untuk berubah dan gw pingin banyak orang yang
juga menyadari hal tersebut.
Saya
sendiri sedang dalam masa penyadaran jati diri.
Jati
diri bukan dicari, tetapi disadarkan dan dikembangkan.
Emang
lo cari? Siapa? Itu diri lu sendiri kan, buat aapa dicari-cari? Hahaha
Semoga
curahan dari hasil pemikiran saya ini dapat berguna buat anda refleksikan
sendiri. Di saat inilah, masa muda kita. Disaat menuju kedewasaan, saat untuk
berubah dan memulai. Goodluck and enjoy your adventure!