Kamis, 22 Agustus 2013

MUKA

MUKA


Saya mudah melupakan nama,
namun saya mengingat muka
Muka tak bersuara yang memancarkan makna

Muka dapat bercerita
Berkaca dari sesama
Menyiratkan suka, luka bertatap duka

Saya benci tatapan muka
Kalian semua melihat muka

Muka bukan sekedar muka,
ini topeng penutup jiwa

Tapi sayang,
Kau hanya melihat muka
Dibanding jiwa, rasa dan asa

PENGAMAT VS PERILAKU II

Kembali topik pada judul “Pengamat VS Pelaku”

Kenapa sejak awal saya menulis judul tersebut?

Saya menyadari adanya fenomena yang terus terjadi dalam kehidupan kita. Ada 2 tipe manusia, yaitu sebagai pengamat dan pelaku.

Tipe pengamat adalah orang-orang yang cenderung mengamati, memilih untuk tidak terlibat langsung dan berada di balik layar saja. Bukan berarti orang tipe ini tidak memberikan kontribusi apapun. Orang seperti ini juga memberikan kontribusi yang besar, namun ia tidak ingin ‘terlihat’ oleh orang lain.

Tipe pelaku adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam berbagai aspek kehidupan dalam dirinya. Ia ingin ‘diketahui’ atau ‘terjun langsung’ dalam tindakan yang dilakukan. Seringkali muncul steteotype pada orang tipe ini yang diidentikan dengan orang yang senang “cari muka”. Tidak semua orang bertipe pelaku bertujuan untuk seperti itu kok.

Sekarang ini termasuk tipe apakah anda?

Sejak kecil saya termasuk ke dalam kategori tipe pengamat. Orangtua saya sering mempertanyakan keluhan ini kepada saya, mengingat di “jaman baheula” mereka adalah para aktivis. Memang pada dasarnya saya tidak suka terlalu ‘terlihat’, terkadang being invisible itulah yang menyelamatkan saya. Pernah sempet kesel juga disaat kurang dihargai. Mungkin penampilan serampangan saya turut memberi sumbangsih atas kurangnya “penghargaan” terhadap diri saya.

Seiring berjalannya waktu menuju kedewasaan ini,  tersadarkan rasanya ingin berubah dari tipe pengamat menuju ke tipe pelaku. Mengapa?
Karena dalam era sekarang, tidak cukup  hanya menjadi pengamat. Kita juga harus dapat menampilkan image menarik dalam diri kita. Sehingga dapat menarik perhatian bagi pelaku-pelaku lain diluar sana. Maka akan tercipta pusaran arus pelaku ke pelaku yang menjadikan perubahan. Jika hanya berdiam dan menjadi pengamat maka kita akan menjadi follower yang tidak menutup kemungkinan akan terinjak-injak oleh para pelaku. Pikirkan, bagaimana masa depan kalian jika hanya bergerak sebagai pengamat saja? Manusia jaman sekarang sudah memulai budaya  “kanibalisme” lagi men! Lu liat aja saling serang, memfitnah, zinah, membunuh mengindikasikan moralitas yang sudah semakin tergerus. Probabilitas kita untuk terkena arus “kanibalisme” besar banget. So stay alive and be strong guys!

Mengenai band Indies yang tadi saya singgung diatas, banyak hal dapat dipelajari dan diaplikasian dalam kehidupan sehari-hari. Dengan menggunakan kelima pattern tersebut akan memudahkan kita untuk membangun diri.
Nih penjelasan dari kelima pattern tersebut.

1.      Memiliki ciri khas
Kekhasan ini mudah sekali terlihat dalam diri artis Independen. Mulai dari style, musik, personality, body language mereka dan lainnya yang membentuk image mereka. Aspek-aspek tersebut mereka jadikan kekuatan dan kelebihan yang dapat menarik perhatian orang lain.
Sejatinya bagi diri kita sendiri, tolong kawan! Jangan hilangkan ciri khas anda! Justru dengan memperteguh hal tersebut akan dapat menyadarkan jati diri  sesungguhnya yang selama ini terpendam.

2.      Totalitas
Aspek ini merupakan satu hal yang paling saya sukai. Mengambil contoh dari White Shoes & The Couples Company misalnya. Band ini mengusung tema back to 80’s sehingga ciri khas mereka juga mencerminkan zona 80’an. Totalitas ini terlihat dari musik mereka serta penampilan mereka secara keseluruhan. Sang vokalis sendiri, Sari pintar menyesuaikan warna suara serta keluwesan dalam performance yang sangat merepresentasikan zona 80.
Semangat totalitas dalam berkarya bisa kita contoh dalam melakukan tindakan apapun yang akan kita ambil. Generasi muda jaman sekarang sering melupakan ‘totalitas’ dan cenderung untuk mengambil kepraktisan dengan bantuan teknologi.  Maka dari itu, gue mengajak lo semua untuk mulai bertotalitas. Trust me, it’s worth it.

3.      Kerja keras dan mau bertanggung jawab
Kerja keras dan bertanggung jawab adalah dua etos kerja yang sangat penting dalam kehidupan. Kenapa? Karena tanpa keduanya tidak aka ada hasil yang maksimal dalam melakukan suatu tindakan. Nyokap gue tuh sering banget ngomongin kedua etos ini, beliau bilang hal itu fundamental banget kalau memang mau berhasil dalam melakukan sesuatu.

4.      Percaya pada diri sendiri
Poin ini yang paling gue salut dengan mereka. Tidak semua orang dapat menjadi percaya diri. Jika percaya diri pun, belum tentu jika diposisikan sebagai pelaku mereka akan percaya diri. Kebanyakan dari kita hanya percaya diri sebagai pengamat, banyak berbicara tetapi tidak mencerminkannya dalam tindakan. “Beraninya ngomong dibelakang doang”. Ya itulah ungkapan yang paling tepat. Tetapi melihat artis-artis Independent, saya berikan acungan kedua jempol untuk mereka. Mereka penuh dengan kepercayaan diri dalam menampilkan dan mengembangkan musikalitasnya. Padahal kenyataannya aliran Indie dianggap ‘aneh’, ‘nyentrik’ atau ‘nyeleneh’. Namun itu bukan menjadi batu karang yang menghalagi langkah mereka untuk tetap berkarya. Sebaliknya, mereka semakin percaya diri dan membangun kekuatan mereka. Menjadikan perbedaan keunikan itu sebagai kekuatan terbesar mereka. Disitulah banyak potensi berkembang.
Untuk diri kita sendiri, kita dapat mencontohnya untuk bersandar pada kepercayaan dan kekuatan diri sendiri. Justru ke-otentikan kitalah yang akan menjadikan diri semakin matang dan ditulah kekuatan terbesar kita.

5.      Independent atau mandiri
Mandiri disini bukan berarti mandi sendiri ya, tetapi kemandirian akan diri sendiri. Bisa berdiri dengan kaki sendiri, mengandalkan diri sendiri dalam situasi apapun dan bisa menghadapi tanpa butuh bantuan orang lain. Artis Independent melakukan segalanya sendiri, mulai dari proses rekaman, video klip, promosi, job/jadwal manggung, publikasi dan sebagainya sendiri. Bandingkan dengan artis label kenamaan yang segalanya sudah dipersiapkan oleh pihak manajemen. Memang jadi mandiri itu berat, gue udah ngalamin juga semenjak hidup sendiri di luar kota. Apalagi awal-awal sangat tidak mudah. Rasanya pingin nyerah dan minta bantuan orang lain. 

Satu pesan dari gue:
" WHATEVER WORST POSSIBLY HAPPEN, IF YOU TIRED JUST RELAX, BUT DON’T GIVE UP AND ENJOY IT!"

Sempet ada masa-masa dimana gue lemah, mungkin itu titik terendah dalam diri gue. Sering banget ngerasain yang namanya kesepian di dalem. Bukan karena suasana, tapi di dalam diri lo rasanya sepi. Disaat itulah pula gue ngerasa mungkin kemandiriian gue salah dan gue butuh orang lain.
Salah mengartikaan kemandirian itu sendiri, saya  merasa terisolasi. Kemandirian itu berbeda dengan kesendirian. Seringkali kita menyalahartikan hal ini. Jika mandiri, “Gue sendirian dong?”
Bukan begitu, tetapi kemandirian itu justru berarti dapat menyelesaikan masalah kita sendiri bahkan tanpa bantuan orang lain. Justru mengarah ke lebih positifnya, kita juga dapat menyelesaikan masalah orang lain. Sebab masalah kita sendiri sudah terselesaikan.
Mulailah belajar mandiri walaupun itu tidak mudah.


Setelah menyelesaikan tulisan ini, saya sedikit merefleksikan tulisan ini. Betapa cerdasnya menyusun suatu dogma bagi orang lain, namun saya sendiri belum benar-benar bisa mengaplikasikan ke dalam diri sendiri.
Buka berarti gue bullshit belaka ya. Justru karena gue lagi berusaha untuk berubah dan gw pingin banyak orang yang juga menyadari hal tersebut.

Saya sendiri sedang dalam masa penyadaran jati diri.

Jati diri bukan dicari, tetapi disadarkan dan dikembangkan.

Emang lo cari? Siapa? Itu diri lu sendiri kan, buat aapa dicari-cari? Hahaha

Semoga curahan dari hasil pemikiran saya ini dapat berguna buat anda refleksikan sendiri. Di saat inilah, masa muda kita. Disaat menuju kedewasaan, saat untuk berubah dan memulai. Goodluck and enjoy your adventure!