Sabtu, 25 Mei 2013

PENGAMAT VS PELAKU

Pengamat VS Pelaku


Di suatu siang yang dingin, di Surabaya jarang banget men siang hari dingin! gue juga bingung sih antara harus sedih apa senang. Dikala udara dingin gini, biasanya orang pada males diajak keluar. Padahal gua udah suntuk sama kuliah semingguan ini, mengharapkan adanya hembusan udara segar di akhir pekan yang dapat mencerahkan suasana hati, jiwa dan raga.

Pada akhirnya, hal yang bisa dilakukan anak kos adalah mengurung diri di kamar lalu melakukan kegiatan untuk memuaskan dirinya sendiri. Ada yang gemar movie marathon, nge-stalkerin bermacam social media, browsing apapun, games dan sebangsanya, tidur (hibernasi ala kamus temen gue), belajar (biasanya anak yang kelewat rajin, yang pasti bukan gw), beresin kamar, bengong. Point terakhir itu bahaya banget sebenernya, tapi entah apa yang kalian bayangin. Biasanya sih bayangin sang pujaan, lama-kelamaan tersadar bahwa itu hanya khayal belaka.

Gue yang stuck pada hari sabtu siang yang dingin ini, memutuskan untuk pergi surfing. Setelah melakukan beberapa kewajiban, terpikir untuk melirik beberapa band Indie yang sudah lama saya kenal namun tidak terlalu saya follow-up. Beberapa membuat kejutan baru, yang ternyata telah berekembang sangat pesat diluar dugaan dan memberi efek penyesalan karena telah meninggalkan mereka. Sial.

Lihat saja band seperti White Shoes & The Couples Company, The Float Project, Sore, Pure Saturday dan Payung Teduh. Mereka memiliki bakat otentik, kekhasan identitas musik yang tidak dimiliki oleh band lain. Keunikan inilah yang ditonjolkan dalam aliran indie, tidak seperti band ataupun musisi label besar. Kendati musik mereka anti-mainstream, cukup banyak juga memiliki penikmat setia. Ternyata di Indonesia, ada juga pangsa pasar tak tersentuh yang telah diisi kekosongannya oleh mereka. Whiches it’s great! 

Beberapa hari lalu saya memang lagi suka-sukanya bermesraan dengan band Indies yang sudah cukup lama tidak saya peluk lagi. Dunia perkuliahan memberikan batas ruang gerak bagi saya untuk mencintai bidang lain diluar psikologi. Mungkin juga saya yang terlalu fokus atau tidak fokus. Ambigu.

Saya dapat memetik beberapa pattern yang sama dari semua band Indies tersebut, yaitu :
1. Memiliki ciri khas
2. Totalitas
3. Kerja keras dan mau bertanggung jawab
4. Percaya pada diri sendiri
5. Independent atau mandiri

Lalu mari kita kembali topik pada judul “Pengamat VS Pelaku”
Kenapa sejak awal saya menulis judul tersebut?

Lanjutannya menyusul di postingan berikutnya ya :)

Senin, 20 Mei 2013

Love, Love, Love

Mengapa ilham datang disaat orang bilang "Cause baby, it's too late to say a goodnight and too early too say a goodmorning".


Entahlah
Aku tak mengerti
Cinta
Siapa
Aku, kamu, dia?

Sembari si Arctic Monkeys mendendangkan lagu 505 milik mereka, saya mencoba untuk menulis postingan di blog ini. Baru tersadar, saya memang bego. Ternyata selama ini saya selalu mencintai seseorang yang tidak mencintai saya. Dan selalu, jika mengenai lelaki itu, saya berusaha untuk mencari tahu segalanya tentang dia. Bahkan hal teromantis yang pernah dilakukan hingga menulis lagu untuknya, merekamnya, lalu berharap suatu saat akan tiba moment dimana kebenaran itu akan terungkap.

Sebaliknya hal itu malah terjadi berulang-ulang seperti sebuah siklus kehidupan, dengan rumusannya :
Saya mencintai seseorang + Saya berusaha mencintai seseorang = Orang itu tidak mencintai saya



Sahabat saya berkata, mungkin memang itu belum jodoh saya. Tapi, HEY!!! Lantas kapankah kebahagiaan itu akan datang? Mungkinkah nasib berkutat pada rumusan diatas!?! Bak mengerjakan soal matematika nih ye, ada alternatif rumusan lainnya, antara lain :


1. Orang lain mencintai saya + Saya mencintai yang lain = Saya dan dia sama-sama tidak mendapat hati orang yang kita cintai
2. Saya mencintai seseorang + Dia mencintai saya = Tetap tidak bersatu



Mungkin memang saya kurang beruntung dalam hal percintaan. Atau memang belum waktunya, seperti ada pepatah "Right person, right place, right time and the right situation". Mungkin sekarang saya berada dalam zona WRONG AT EVERYTHING kali ya HAHAHAHA *berusaha menghibur diri.



Namun satu hal yang bisa saya banggakan dari diri saya dalam hal mencinta. Ya, saya selalu mencintai seseorang dengan tulus. Tidak memandang seberapa buruk dirinya di mata orang, kendati cerca dan dera menimpa, tetap menerima dirinya apa adanya. Sempat dulu dijauhin orang juga, hanya karna saya mencintai seseorang yang menurut orang lain *maaf  tidak pantas untuk dicintai. Tidak ada yang dapat mengalahkan kelebihan saya di bidang itu. Dan totalitas mencintai itulah yang selalu saya pegang hingga sekarang. Sebaliknya, itu memunculkan kontradiksi ketika menuntut seseorang yang mencintai saya agar juga secara 'totalitas' mencintai saya.


Perlukah saya mencari solusi dalam memecahkan permasalahan cinta dalam hidup saya?
Ini juga gue lagi berusaha nyari

Dari sekian lelaki yang anda cintai apa persamaanya?
Sosok yang anti-mainstream, independent, suka The Beatles sama Arctic Monkeys. Kind of guy with a metaphor, that makes me curious plus confused. Janggal juga antara emang kebetulan apa sengaja ngincer yang hobinya sama. :D

Kesalahan yang selalu dilakukan?
Terlalu terburu-buru dan terobsesi dalam menjalin sebuah hubungan, mungkin itu yang bikin ngeri juga. Saya sendiri tidak dapat menghentikan kebiasaaan buruk ini.

Rencana ke depannya?
Tetep mencintai dengan tulus, walau itu tidak mudah. Semoga saja pada akhirnya akan menemukan lelaki yang bisa membuat rumusan baru :-) cheers


Well, I gotta sleep now bye!