Free your mind. Baby. Yeah.
Suatu ketika saat sedang bersantai, saya tersadar bahwa kita terbiasa mengikuti alur mekanistik dunia kapitalisme masa kini. Siapa sih jaman sekarang yang tidak mendewakan uang, harta benda dan wanita? (haha buat yang cewek ya mendewakan pria). Kalo dengerin obrolan cewe kampus isinya cuma cowooo melulu, kayak nggak ada cerita lain aja.
Sinar mentari yang akhir-akhir ini malu untuk menyapa manusia, dikalahkan oleh keberanian si hujan deres. Yes! Surabaya adem. Cucian gue apakabar? HAHA
Sejenak membawa angan untuk berlabuh di pulau kapuk, merenungkan berbagai hal. Kamar dirumah tante saya ini memang menyenangkan untuk bersantai, desain interior minimalis dengan pemandangan pepohonan di perumahan yang asri. Terlebih sehabis hujan. Sehingga seringkali tante hanya dapat berdehem menyindir kemageran saya.
Heidegger menyebut manusia dengan Dasein (ada di situ atau ada di sini).
Dasein adalah khas manusia sebagai mahluk yang memiliki pengertian
tentang Ada. Ada tiga sifat yang menandai keberadaan Dasein yaitu
"faktisitas", "eksistensialitas" dan "kemerosotan".
Faktisitas adalah
kenyataan bahwa manusia, diluar kemauannya, terdampar di dunia dengan
kondisi dan situasi tertentu. Faktisitas ini mengandaikan kebebasan
eksistensial manusia untuk mewujudkan kemampuan dan menentukan diri,
masuk ke eksistensialitas dimana manusia memikul tanggung jawab pribadi
untuk membentuk hidupnya sendiri.
Sedangkan "kemerosotan" adalah keadaan
ketika manusia cenderung untuk menyesuaikan diri dengan dunia sekitar,
akibat kurang penghayatan terhadap eksistensialitasnya. Di sini manusia
tidak autentik lagi. Untuk mengatasi kemerosotan ini, menurut Heidegger,
adalah dengan mengenal Angst (rasa takut tak berobyek).
Angst dapat
muncul jika manusia membuka diri bagi suara hati. Suara hati dapat
mengingatkan manusia dari kelupaannya dan kembali menerima
eksistensialitasnya sehingga kembali menjadi manusia autentik.
Suara hati. Apasih. Malah bercanda.
Pernahkan kalian terpikir untuk benar-benar mendengarkan suara hati kalian?
Ini terjadi saat saya mulai belajar untuk mencari bukti "makna" dari setiap hal yang telah dilakukan, terasa adanya "kemerosotan" pada anggapan faktisitas dalam kehidupan saya. Setiap pagi ke kampus udah kayak ZOMBIE. Bed-head, gaya serampangan, mata panda pake sikap ngeselin. Ini orang rese banget yah. Diusia mendekati 20 ini, cie, sudah waktunya saya mulai memperjuangkan "eksistensialisme saya sendiri. Cukup sudah berenang dalam kolam arus yang empunya sendiri pun tidak tahu-menahu arah yang dituju. Mengingat masih berkutik pada masalah antara lanjut perkuliahan psikologi atau mengejar mimpi seni.
Saya bukanlah orang yang egois sebenarnya, tetapi melihat ke belakang yang sudah terjadi dalam kehidupan dulu membuat saya berpikir ulang. Harus berani mengambil sikap. Mau sampai kapan kayak gini, hah!
Melihat kenyataan disekitar, saya sangat bersyukur kepada Yang Maha Kuasa. Diberi kelimpahan yang berlebih dibanding teman-teman yang mungkin kurang beruntung. Ada manusia yang memiliki itikad baik meskipun ia tau dunia ini kejam. Ada juga yang menyerah begitu saja lalu terjun ke dalam arus percobaan.
Beberapa malaikat itu membuat saya tertegun. Dengan segala keterbatasan para malaikat itu terus berusaha menerjang arus. Wajahnya selalu berhiaskan senyum meskipun saya tau betapa beratnya ia menahan diri untuk tidak bersedih.
Saya ingin sekali membantunya. Pada akhirnya terjun juga. Walaupun tidak terlalu mengurangi beban beratnya. Tetapi saya bahagia melihat secercah harapan itu sempat tergambar diwajahnya. Malaikat itu.
Dengan rendah hati mereka masih menyimpan tenaga untuk membantu saya berdiri diatas masalah saya sendiri. Salut. Terimakasih para malaikat, entah bagaimana hidup saya tanpa kehadiran kalian.
Sudah saatnya kita mulai bijaksana dalam menyikapi problematika hidup. Kata orang "Wise in choosing". Sekarang saya mengerti maknanya. Dulu sih cuma suka sok-sokan ngomong ke orang lain.
Semua usaha telah dikerahkan untuk mencari kepastian, tinggal menunggu hasil yang terbaik. Amin.
Akhir kata, ini bukan makalah atau karya tulis. Cuma buah pemikiran saya. Anda harus memilih, mau menyerah atau berusaha? Saya memilih untuk tetap berusaha.
Ini bukan akhir. Jalan masih panjang. Terus berjuang kawan!
SUMBER
http://upek_saka.blog.de/2005/07/19/mencari_manusia_autentik/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar